Belajar dari keteladanan terbaik
Entah apa yang hendak di sematkan pada bangsa yang sudah terlanjur jatuh pada keterpurukan ini. Lengkap sudah penderitaan hadir di tiap sudut negeri ini. Kemiskinan adalah lukisan terpajang yang menghiasi sudut rumah kita, padahal berapa banyak orang kaya yang ada di negeri ini. Mobil-mobil sedan mewah meraung di jalanan kota bahkan sebagian sudah masuk di pelosok desa. Sejauh pengamatan tak pernah ada ceritanya kemacetan berkurang melainkan semaikn ruwet. Bangunan-bangunan megah, komplek di berlomba di bangun di balik ironi akan banjir yang melanda warga pinggiran karena hilangnya daerah-daerah resapan air. Belum lagi bertebarannya gembel di jalan-jalan yang harus survive dengan kejaran-kejaran aparat trantib. Keringat-keringat muda bercucuran di jalan-jalan berteriak mengais sesuap nasi mengetuk hiba pada kaca-kaca mobil mengkilat. Anda pun sepakat bahwa ini kondisi bangsa yang bangga akan tongkat kayu yang di lempar jadi tanaman. Bukan sesuap nasi yang tidak dimiliki bangsa ini, juga bukan peseran uang yang tak ada. Namun kepedulian yang telah mati di hati. Dan parahnya lagi survei yang dilakukan oleh salah satu majalah di Amerika (FORBESS) bahwa bangsa yang bersedih ini adalah bangsa dengan pertumbuhan orang kaya baru terbesar nomor dua di dunia.setelah singapore. Apa hendak dikata semuanya tak merubah gatalnya nasi aking yang di lalap dengan rebus daun ubi.tak ada ikan, daging apalagi saos yang menghiasi piring-piring sempeng perut-perut berganjal kelaparan.
Pemilihan umum hanya menjadi pesta hura-hura yang dirasakan oleh rakyat miskin, berjejal-jejal dan antri menunggu panggilan nama untuk mencoblos wajah-wajah dengan senyum editan entah ikhlas atau tidak. Rakyat tak tahu bedanya antara reformasi ataupun demokrasi. Tak ada pencerahan bagi mereka.Belum lagi kondisi elit atas yang bergelimang akan kenikmatan. Bahkan tarif telepon rumah mereka tiap bulannya tak jauh beda dari anggaran setahun makan nasi aking sekeluarga mereka. tapi elit tetap pelit, hanya berpikir keras untuk bayar hutang investasi awal di saat pemilu akankah lima tahun mendatang modal kampanye akan keluar.
Belum lagi kita lihat kondisi para anak-anak gaul modern yang begitu asyik tanpa tanggung jawab bahwa kunci rumah bangsa ini yang akan dititipkan di masa depan pada mereka. penulis begitu heran, semakin asyik rasanya jika ingin mengikuti keinginan setan, duduk-duduk (nongkrong bahasa elitnya) di pinggir jalan. Semakin hari (maaf) betis-betis mungil semakin menampakan eksistensinya sebagai ukuran wanita terbaik di masa sekarang. Entah apa namanya mungkin karena penulis kurang gaul, celana-celana pendek di atas lutut makin ngetren. Silahkan anda perhatikan sendiri kalau tak percaya. puser/udel (bahasa sono nya) pun tak kalah menarik untuk di ekspose. Entah siapa yang berani menjawab kondisi bangsa ini kedepan jika mental-mental modern kolot seperti itu dipertahankan.
Semuanya berubah begitu cepat dari perkiraan dan bayangan ini tidak akan terbayang oleh kita 5 tahun yang lalu. apalagi pada zaman baheula saat siti nurbaya masih malu-malu. saat keteladanan telah hilang, saat tujuan tak jelas, dunia akan terasa begitu indah hingga semua lupa. naudzubillah kita berlindung semuga bukan bagian dari mereka.
Hai sobat muda, akhi wa ukhti. bukan saatnya kita ratapi kondisinya. tapi hadirkan solusinya. Kembali kepada keteladanan rasulullah adalah jawaban. saat setiap orang membanggakan linsay louhan, agnes monica. saat mick jegger jadi patokan, dan disudut sana MUHAMMAD SAW tak di gubris, maka tak ada cerita untuk bisa membangkitkan kondisi ini.
memprihatinkan jika sosok muhammad hanya di kenal di seputaran masjid. disanalah letak kesalahan kita, padahal Muhammad bukan malaikat, ia hanya manusia biasa dengan kehidupan yang sungguh luar biasa. Ia adala teladan terbaik bahkan seorang George bernardsaw berkata "is there any man greater than he?" lantas kenapa kita harus berpaling akan keteladananya ?
sungguh telah ada pada diri rasulullah itu teladan yang baik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar